APBN 2014 : Makin Kapitalis, Makin Membebani

Minggu, 17 November 2013
DPR telah menetapkan APBN 2014. Anggaran belanja APBN ditetapkan sebesar Rp. 1.842,49 triliun, dengan komposisi Belanja Pemerintah Pusat Rp. 1.249,94 triliun (70 %) dan alokasi untuk Pemerintah Daerah Rp. 529,55 triliun (30%). Defisit anggaran dalam postur APBN ditetapkan 1,69 persen dari PDB atau sekitar Rp. 175,3 triliun.
Rencana penerimaan negara dan hibah ditetapkan sebesar Rp. 1.667,14 triliun terdiri dari Pendapatan Pajak Rp. 1.280,39 triliun, Pendapatan Bukan Pajak Rp. 385,39 triliun dan hibah Rp. 1,36 triliun. Sementara defisit Rp. 175,35 triliun akan ditutupi dengan utang.
Penerimaan di APBN 2014 ditetapkan naik 11% dari APBNP 2013, dari Rp. 1.502 triliun menjadi Rp. 1.667,14. Sisi pengeluaran juga naik 6,7% dari Rp. 1.726,2 triliun menjadi Rp. 1.842,49.
Walaupun APBN terus meningkat tiap tahun, PDB juga naik pesat, perekonomian tumbuh tiap tahun, pendapatan per kapita juga naik tiap tahun, tapi tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan rakyat yang signifikan. Jumlah rakyat miskin juga nyaris tidak berkurang. Ini mengindikasikan ada kesalahan besar dalam APBN sehingga APBN yang sebagian besar penerimaannya berasal dari pajak yang dibayar oleh rakyat tapi tidak memberikan kontribusi nyata meningkatkan kesejahteraan rakyat.

[Cerpen] Surga Itu Apa, Umi? (Part 1)

Minggu, 10 November 2013
“Ayah,kenapa perang di negeri kita tak kunjung usai, kapan kita bisa kembali ke negeri kita?”

Pertanyaan ini terlontar dari lisanku, ketika itu usiaku baru 4 tahun. Mulut Ayah yang tadinya begitu fokus menceritakan kisah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam yang memiliki nama sama denganku “Umar”, terhenti. Ayah diam sejenak sembari mamandangi wajah luguku dengan tatapan kasih sayang.

“Ketahuilah anakku, negeri ini juga negeri kita, negeri yang diberkati. Di langitnya para malaikat membentangkan sayapnya dan di tanahnya para utusan-utusan Tuhan yang membawa pesan langit dalam tiga agama besar berkelana menyampaikan pesan suci dari Sang Pemilik Kehidupan,” Sejenak Ayah kembali diam, dengan memandangi mataku yang begitu antusias menerima jawaban yang akan diberikannya.

“Bukan hanya sekarang saja perang ini tersulut wahai anakku, tapi jauh sebelum Khilafah Islamiyah diruntuhkan, bangsa-bangsa lain juga sudah berusaha untuk merebut negeri kita. Umar bin Khathtab Radiallahu‘anhu dahulunya pernah kembali membebaskannya, kemudian beliau mempersaudarakan seluruh umat di negeri itu. Oleh sebab itulah ayah memberimu nama Umar, Ayah ingin engkau seperti beliau, yang dengan ilmumu dan rasa cinta di hatimu kelak engkau akan membebaskan saudara-saudari kita di Al-Quds serta mempersaudarakan umat ini dalam bingkai Daulah Islam.”

Hatiku teriris perih, tiada sanggup kubendung linangan air mata yang membasahi pipi ini, tatkala aku teringat pesan dari Ayah tersebut. Sementara kini aku hanya mampu duduk diam tanpa berbuat apa-apa, apakah mungkin tanganku ini akan membebaskan tanah asalku dan mempersatukan umat ini dalam Daulah Islam?

Umar ibnu Ahmad, orang-orang biasa memanggilku demikian, kini aku telah berumur 16 tahun. Ahmad adalah nama ayahku, beliau adalah seorang aktivis salah satu harokah Islam yang begitu lantang menyampaikan pesan-pesan suci dari langit. Aku begitu mengagumi ayahku, semangatnya selalu berkobar dalam jalan dakwah baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Dan sebagai kepala keluarga beliau adalah orang yang sangat bertanggung jawab dan penyayang.

Nikmat Tuhanmu Manakah yang Kamu Dustakan?

Sabtu, 09 November 2013
Allah tidak pernah mengacuhkanmu disaat banyak manusia mengacuhkanmu…

Allah tidak pernah bosan mendengarkan keluhanmu tatkala manusia bosan dan enggan untuk mendengarkan keluhanmu….

Allah tidak pernah meninggalkamu sendirian (jika engkau bersandar kepadanya) disaat manusia meninggalkanmu…

Allah tidak pernah merendahkanmu (jika kamu taat kepadanya) disaat banyak manusia merendahkanmu karena kurangnya harta dan kedudukanmu (karena kebanyakan manusia mengukur kehormatan seseorang dengan harta)…

Allah selalu memaafkanmu jika engkau bertaubat disaat manusia enggan memafkanmu dan terus mencelamu…
Allah tidak pernah bosan untuk engkau dekati (jika engkau bertaubat) meskipun telah berulang-ulang engkau bersalah kepadaNya…tatkala manusia langsung meninggalkamu dan menghinakanmu karena hanya satu kesalahanmu…
Allah menilai satu kebaikanmu menjadi 10 kali lipat hingga tiada batas dan hanya menilai satu kesalahanmu tetap sebagai satu kesalahan…tatkala manusia menganggap besar satu kesalahanmu yang kecil dan melupakan kebaikan-kebaikanmu…
Allah selalu memberi pertolongan disaat pertolongan manusia tidak bisa lagi diharapkan…

MAKA : Nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan…